Oleh: Umar Abu Hudzaifah al-Atsary
Editor: Rofi Abu Azka
Alhamdulillah was sholati wassalamu ala Rasulillah..
Para pembaca yang Budiman, pada kesempatan kali ini kami coba akan ketengahkan permasalahan tauhid, antara tujuan penciptaan manusia dan dakwah para Nabi.
Tauhid ialah mengesakan Allah dalam hal ibadah.
Dan sebagaimana para ulama telah sebutkan bahwa tauhid ini terbagi menjadi tiga bagian. (Pembagian ini bukanlah pembagian dari Nabi, namun adalah kesimpulan yang disebutkan dan didapatkan oleh para ulama dari berbagai dalil-dalil yang ada, baik itu dari Al-Qur’an ataupun As-Sunnah.
Pertama: Tauhid Rububiyah, iyalah mengetahui dan meyakini bahwa Allah lah satu-satunya Pencipta, Pemberi rezeki dan Pemelihara. Bagian pertama dari pembagian tauhid ini merupakan keyakinan yang diakui oleh kaum musyrikin, sebagaimana Allah sebutkan dalam banyak ayat. Diantaranya Allah berfirman;
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُ ۖ فَأَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ
Arab-Latin: Wa la`in sa`altahum man khalaqahum layaqụlunnallāhu fa annā yu`fakụn
Artinya: Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (QS. Az-Zukhruf: 87)
Namun pengakuan atas hal ini saja belum cukup untuk memasukkan mereka ke dalam Islam atau apalagi memasukkan mereka ke dalam surga. Serta keyakinan dalam bagian ini saja tidak cukup dan tidak bisa untuk menyelamatkan mereka dari neraka Allah.
Kedua: Tauhid Uluhiyah, ialah mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam segala jenis ibadah seperti cinta (al-mahabbah), takut (al-khauf), mengharap (ar-raja’), tawakal, permohonan atau doa dan jenis-jenis ibadah yang lainnya.
Bagian inilah yang ditentang oleh semua kaum musyrikin dan pembahasan tentang tauhid, lebih terfokus dalam pembagian yang kedua ini.
Ketiga: Tauhid Asma’ wa Shifat, ialah mensifati Allah dengan sifat-sifat yang Dia sendiri mensifati diri-Nya dengan sifat tersebut baik di dalam kitab-Nya atau melalui hadits-hadits Rasul-Nya yang sesuai dengan keagungan-Nya dan ketinggian-Nya.
Dan bagian ini telah diakui oleh sebagian kaum musyrikin dan diingkari oleh sebagian yang lain. Hanya karena kebodohan dan keingkaran mereka.
Apakah hubungan antara Taudid dan Penciptaan Manusia ?
Tentu ada hubungan yang sangat erat, karena memang tidaklah Allah menciptakan jin dan manusia kecuali adalah untuk beribadah kepada Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan tujuan ini adalah arti daripada tauhid itu sendiri.
Allah berfirman;
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Arab-Latin: Wa mā khalaqtul-jinna wal-insa illā liya’budụn
Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Adz-Dzariyat: 56)
Dalam ayat ini Allah memberitahukan bahwasanya Dia tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Nya. Cara beribadah kepada-Naa ialah dengan mentauhidkan dan mengeEsakan-Nya, mentaati-Nya melaksanakan seluruh perintah-Nya serta meninggalkan semua larangan-larangan-Nya.
Sementara makna ibadah itu sendiri adalah merendahkan diri kepada Allah. Sedangkan pengertian dari ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai oleh Allah dan diridhai-Nya baik berupa perkataan (aqwal) dan perbuatan (af’al) baik yang zhahir (nampak) ataupun yang batin (tersembunyi dan tidak nampak).
Lalu Apa hubungan antara tauhid dengan dakwah para Nabi dan Rasul ?
Sangat jelas bahwasanya Allah tidaklah mengutus seorang Nabi dan Rasul pun, kecuali dalam rangka untuk supaya mereka menyeru umat agar menyembah Allah semata dan melarang mereka dari menyembah selain Allah. Dalam kata lain para Nabi dan Rasul diutus oleh Allah adalah dengan tujuan dan dalam rangka untuk mendakwahkan tauhid.
Dalilnya adalah firman Allah;
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱجْتَنِبُوا۟ ٱلطَّٰغُوتَ ۖ
Arab-Latin: Wa laqad ba’aṡnā fī kulli ummatir rasụlan ani’budullāha wajtanibuṭ-ṭāgụt,
Artinya: Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu.” (An-Nahl: 36)
Maka jelaslah bahwasanya Allah memberitahukan kalau Dia telah mengutus pada setiap komunitas manusia seorang Rasul yang bertugas menyeru mereka agar menyembah Allah dan melarang mereka dari menyembah thaghut (selain Allah).
Intisari dari ayat ini adalah:
- Risalah Islam telah menyeluruh kepada segala lapisan umat
- Agama para Nabi dan Rasul adalah satu yaitu at-Tauhid (mengesakan Allah).
- Ibadah kepada Allah akan bernilai tidak sah kecuali dengan bersikap kufur menghindari kepada thaghut.
Allah berfirman;
۞ وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۚ
Arab-Latin: Wa qaḍā rabbuka allā ta’budū illā iyyāhu wa bil-wālidaini iḥsānā,
Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (Al-Isra’: 23)
Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwasanya dia memerintahkan supaya ibadah hanya ditujukan kepadanya semata.
Allah juga mewasiatkan dan memerintahkan kepada hamba-hambaNya untuk berbuat baik kepada kedua orangtua mereka. Berbuat baik kepada ibu dan bapak bisa dilakukan dengan cara mentaati keduanya dan sikap tawadhu’ kepadanya.
Allah mensejajarkan ibadah kepada diri-Nya dengan berbuat baik kepada kedua orangtua, menunjukkan betapa agung kedudukan kedua orangtua di sisi Allah dan sebagai penegasan kembali terhadap hak mereka berdua berbuat baik kepada kedua orangtua merupakan kewajiban tertinggi setelah kewajiban kepada Allah.
Allah juga berfirman;
۞ وَٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا ۖ
Arab-Latin: Wa’budullāha wa lā tusyrikụ bihī syai`a
Artinya: Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.” (An-Nisa’: 36)
Ini merupakan perintah Allah bagi hamba-hambaNya yaitu agar mereka mengesakan-Nya dalam ibadah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
Sehingga dari sini tampak jelaslah akan adanya hubungan erat antara tauhid dan tujuan penciptaan manusia, sebagaimana juga ada hubungan yang erat antara tauhid dengan diutusnya para Nabi dan Rasul serta tujuan dakwah mereka.
Semoga Allah memberikan Taufik kepada kita bersama.
Wallahu Waliyyut Taufiq
Kampar, 09 Jumadil Akhir 1446 H
Rabu, 11 Desember 2024
Disadur dari Kitab:
Al-Jami’ul Farid, Lil As’ilah wal Ajwibah ‘ala Kitabit Tauhid
(Karya Syaikh Abdullah bin Jaarullah Al-Jarullah)