KEWAJIBAN BERTAUHID & MENINGGALKAN SYIRIK

Oleh: Umar Abu Hudzaifah al-Atsary

Alhamdulillah washolatu wassalamu ‘ala Rasulillah, Amma Ba’du

Di antara hal yang diwajibkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla kepada setiap hamba-Nya adalah perkara tauhid yaitu memurnikan ibadah semata patah hanya untuk Allah. Sementara kebalikan dan lawan dari tauhid itu adalah kesyirikan (membuat tandingan dan sekutu bagi Allah) atau menyelewengkan tujuan yang harusnya hanya kepada Allah dan diberikan kepada selain-Nya.

Allah Ta’ala berfirman:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. (QS. An-Nisa’: 36)

Ayat ini merupakan perintah Allah bagi hamba-hambaNya yaitu agar mereka mengesakan-Nya dalam ibadah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.

Sebagian ada yang ada yang bertanya, Sebutkan hubungan ayat di atas dengan tauhid !

Maka kita jawab;

Secara keseluruhan, ayat di atas menunjukkan kewajiban untuk mengesakan Allah dalam ibadah. Allah berfirman:

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شيئا

“Katakanlah, “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia. (QS. Al-An’am: 151)

Dalam ayat ini Allah mengatakan; Ta’alau: kemarilah, datanglah. Atlu: aku bacakan, aku ceritakan.

Allah berfirman: “Wahai Muhammad, katakan kepada orang- orang musyrikin yang menyembah selain Allah itu dan mengharamkan apa yang diberikan Allah kepada mereka: Kemarilah, datanglah, Aku akan menceritakan bagi kalian apa yang diharamkan oleh Tuhan terhadap kalian dan aku berwasiat kepada kalian untuk meninggal-kannya; itulah perbuatan syirik.

Ibnu Mas’ud berkata, “Barangsiapa yang ingin melihat wasiat terakhir Muhammad maka hendaklah ia membaca firman Allah, “Katakanlah (Muhammad), “Marilah kubacakan apa yang diharamkan kepadamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu berbuat syirik sedikit pun kepada-Nya…”  dan seterusnya, sampai dengan firman-Nya, “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus…. (HR. At-Tirmidzi, dan menurut beliau hadits ini adalah hadits hasan).

Apa maksud dari pernyataan Ibnu Mas’ud di atas dan apa hubungannya denga Tauhid ?

Maksudnya ialah barangsiapa yang ingin melihat wasiat yang sepertinya ditulis dan dijadikan stempel, sehingga tidak akan berubah dan tidak bisa diganti-ganti, maka hendaklah ia membaca ayat-ayat tersebut. Karena, ayat tersebut merupakan kandungan dari wasiat Rasulullah. Beliau tidak pernah berwasiat kecuali dengan Kitabullah. Sebagaimana sabda beliau:

وَإِنِّي تَارِكٌ فِيكُمْ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا: كِتَابُ اللَّهِ

“Sesungguhnya aku telah meninggalkan bagi kalian yang apabila kalian berpegang kepadanya, kalian tidak akan tersesat yaitu Kitabullah. (HR. Muslim)

Hubungannya dengan Tauhid

Ini mengindikasikan bahwa apa yang disebutkan di dalam ayat tersebut sangat penting. Ayat di atas diawali oleh larangan untuk syirik kepada Allah yang merupakan pembatal tauhid seseorang. Dan Rasulullah, apabila diberi wasiat dengan sesuatu, niscaya hal itu juga beliau jadikan wasiat untuk umatnya.

Dari Mu’adz bin Jabal menuturkan:

كُنتُ رَدِيمُ النَّبِيِّ ﷺ عَلَى حِمارٍ فَقَالَ: يَا مُعَادُ، أَتَدْرِي مَا حقُّ اللَّه عَلَى العِبَادِ؟ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ؟ قُلْتُ: الله وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ: حَقٌّ اللَّهِ عَلَى العِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَحَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يشرك به شَيْئًا. قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَفَلَا أُبَشِّرُ النَّاسِ؟ قَالَ : لا تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكُلُوا

Aku pernah menjadi radhif (dibonceng oleh) Nabi di atas seekor keledai. Nabi bersabda, “Wahai Mu’adz, tahukah kamu apa hak Allah yang wajib dipenuhi oleh hamba-hambaNya dan tahukah kamu apa hak para hamba yang wajib dipenuhi oleh Allah?” Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Kemudi- an beliau bersabda, “Hak Allah terhadap hamba-hambaNya adalah mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Sedangkan hak para hamba terhadap Allah adalah bahwasanya Dia tidak akan mengadzab siapa pun yang tidak pernah menyekutukan-Nya.” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah perlu saya memberitakan kabar gembira ini kepada orang lain?” Rasulullah menjawab, “Jangan kamu beritahukan kepada mereka, karena mereka nanti akan semata menyandarkan diri.” (Muttafaq ‘alaih)

Demikian ulasan singkat tentang kewajiban bertauhid dan haramnya melakukan kesedihan

Semoga Allah memberikan Taufik kepada kita bersama

Ma’had Abdullah Ibnu Mas’ud Kampar

04 Rajab 1446 H/ 03 Januari 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

About Author

Sunnahstori

Media Dakwah Sunnah yang memberikan artikel-artikel dari Aqidah dan Manhaj, Fiqih Ibadah, Renungan Nasehat dan lainnya. Kunjungi juga sosial media kami yang lain.

Latest Posts

Follow Us On Social Media